Senin, 23 Maret 2015

Tugas Wajib 2 : Sistem Electronic Budgeting


 Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi kepala daerah pertama yang menerapkan sistem e-budgeting dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Ahok begitu membanggakan sistem ini karena bisa mendeteksi sejak dini jika ada oknum yang mencoba 'bermain' anggaran. Tidak sembarangan pejabat di lingkungan provinsi bisa mengakses atau pun mengotak-atik RAPBD DKI. Hanya pejabat tertentu yang diberikan akses atau password untuk mengisi draf RAPBD online tersebut.  Mereka yang diberikan password adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Sekretaris Daerah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, asisten-asisten dan beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

            Meski mendapat password untuk mengisi, namun akses mereka dalam e-budgeting RAPBD online tetap terbatas. "Yang bisa mereka lihat hanya punya mereka saja. Misalnya, suku dinas pendidikan ya yang bisa diakses ya pengajuan mereka saja," kata Kepala BPKAD Jakarta Heru Budi Hartono saat berbincang dengan detikcom, Selasa (17/3/2015) malam.  Begitu RAPBD DKI dikunci atas perintah Gubernur Ahok, maka mereka tak lagi bisa mengotak-atiknya. "Kalau pengajuannya sudah di-lock oleh Bappeda, maka dia hanya bisa mengakses (RAPBD) untuk melihat saja. Tidak bisa mengotak-atik lagi," papar Heru.

Bagaimana jika ada revisi anggaran?

             Menurut Heru meski sudah dikunci, RAPBD masih bisa direvisi. Tentunya dengan sejumlah syarat. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ingin melakukan revisi harus bersurat dulu pada Bappeda untuk meminta izin
.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) disarankan untuk berhati-hati dalam menggunakan sistem e-budgeting dalam penyusunan APBD 2015. Walau niatnya baik, tapi ada potensi sistem itu membuat Ahok tersandung masalah hukum atau dikriminalisasi. "Dalam titik tertentu (e-budgeting) justru malah membuat orang terpenjara," kata pengamat keuangan daerah, Dadan Suharmawijaya, dalam sebuah diskusi bersama SmartFM, di Jakarta Pusat, Sabtu (21/3/2015). Dadan menjelaskan, potensi lahirnya masalah disebabkan belum adanya payung hukum yang mengatur penggunaan sistem e-budgeting. Ia menganggap, sistem e-budgeting hanya inovasi yang bukan tidak mungkin diwarnai kesalahan dan berujung pada pelanggaran hukum.

            Dadan memberi contoh pada kasus payment gateway yang dituduhkan pada mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Menurut Dadan, terobosan yang dibuat Denny belum memiliki payung hukum dan kemudian memicu dirinya diselidiki oleh Bareskrim Polri. "Jadi e-budgeting ini masih sebatas inovasi, kalau tidak hati-hati bisa berujung kriminalisasi. Kayak kasus (mantan) Wamenkum HAM, bikin inovasi belum ada regulasi akhirnya dikriminalisasi," pungkas Dadan.



Referensi :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar